SANGATTA – Banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan kepada anak yang terjadi belakangan ini justru dilakukan oleh orang terdekat yang seharusnya memiliki kewajiban untuk melindungi.
Terus terjadi, tidak terkecuali di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) juga beberapa kali terjadi, dan mirisnya ayah tiri bahkan ayah kandung yang menjadi tersangka.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPA) Kutim mencatat pada tujuh tahun terakhir yakni sebanyak 115 perempuan atau anak yang menjadi korban.
“Pada tahun-tahun sebelumnya khusus di 2016 sampai 2020 cukup tinggi angkanya, tetapi untuk 2021 sampai Juli tahun ini angka nya turun,” kata Aisyah, Kepala DPPA Kutim.
Untuk 2016, 11 anak mengalami pencabulan, di tahun 2017 terdapat 35 kasus, di mana dua anak mengalami trafficking (atau pemindahan, penampungan, dengan ancaman atau pemaksaan dan penculikan),
Satu kasus pemerkosaan, dua kasus kekerasan, 13 kasus pencabulan, dua kasus pelecehan, empat kasus penelantaran anak, dan 11 kasus anak sebagai pelaku.
“Tingginya kasus ini harusnya bisa di antisipasi dari peran keluarga dulu, dari ibu dan bapaknya, harusnya bisa memberikan perlindungan, dan pengajaran,” terangnya.
Lanjut, pada 2018 terdapat 11 kasus, terjadi tujuh kasus kekerasan kepada anak, dan empat kasus pencabulan. Di 2019, terdapat satu kasus pengeroyokan pelajar, empat kasus pencabulan, dan satu kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Pada 2020 terdapat 19 kasus pencabulan, dua kasus kekerasan terhadap anak, dan dua kasus pelecehan. Pada 2021 ada 16 kasus, diantaranya enam kasus pencabulan, lima kasus pelecehan, satu kasus anak sebagai pelaku, dua kasus penelantaran anak, dan dua kasus pemerkosaan.
“Kalau di 2022 sampai bulan Juli ini sudah ada 16 kasus, yakni enam kasus pencabulan, enam kasus pelecehan, satu kasus kekerasan psikis, dan dua kasus penelantaran anak,” imbuhnya.
Aisyah menjelaskan, faktor ekonomi mendominasi terjadi beberapa kasus diatas, dan permasalahan antara suami dan istri juga sering menjadi pemicu.
Misal pada kasus pemerkosaan, pencabulan yang melibatkan ayah tiri sebagai pelaku, biasanya si ibu sering keluar atau jarang berada di rumah, peluang inilah yang dimanfaatkan si pelaku untuk menyalurkan hasratnya.
“Seringnya si ibu dan ayah tiri bertengkar lalu si ayah seperti membalaskan dendam ke si anak. Dan si korban ini diancam, jadi serba salah, setelah lama baru dia berani mengungkapkan,” jelasnya.
Selain pengawasan, ia juga mengimbau pada orang tua khususnya yang memiliki anak perempuan untuk memberikan pengetahuan pada si anak terkait menjaga tubuhnya dan langkah apabila ada ciri-ciri ingin di cabuli.