Sangatta – Penyebaran penyakit Tuberculosis atau biasa disingkat TBC pada umumnya terjadi melalui udara. Bakteri TB akan ikut melalui lendir yang keluar saat penderita TB aktif batuk atau bersin. Selanjutnya bakteri akan masuk ke tubuh orang lain melaui udara yang dihirupnya.
Dinas Kesehatan ((Dinkes) Kutai Timur (Kutim) sudah melakukan berbagai cara untuk memutuskan penularan TBC. Mulai dari kegiatan pencegahan agresif, pelacakan atau screening, dan deteksi dini pada masyarakat yang rentan resiko terkena TBC.
Bidang Pemberantasan dan Pencegahan penyakit, Harwati S.Kep, Dinkes kutai timur menyampaikan bahwa ada gerakan usaha pencegahan lain untuk menangani penyakit ini, yaitu berupa terapi.
“Terapi ini menggunakan obat pencegahan yang sudah diteliti secara nasional dan global mampu mempertahankan 5-10 tahun orang itu tidak akan menjadi penderita TBC aktif,” paparnya.
Menurutnya, lingkungan dan gaya hidup yang kurang sehat bisa menjadi faktor determinan dari penyakit ini. Sehingga diperlukan kesadaran masyarakat untuk memastikan dirinya berada dalam kondisi antibodi yang baik.
Selain itu, Pengobatan yang harus dilakukan penderita awal TB adalah mengonsumsi 4 jenis obat setiap hari dalam waktu 6 bulan secara konsisten.
“Kita harus memastikan pengobatan ini berjalan sampai tuntas, jika berhenti ditengah jalan akan menyebabkan resisten,bakteri kebal terhadap obat yang sama,” terang Harwati.
Penderita TBC Resisten harus melakukan pengobatan tahap ke II dengan cara disuntik setiap hari selama 8 bulan.
Hal ini juga menjadi bahan evaluasi Dinkes Kutim untuk terus memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya melakukan pengobatan TB secara tuntas khususnya kepada penderita TB maupun masyarakat secara umum.ADV